Sabtu, 21 November 2015

(Teaser) Winter Memories : Chapter 1

Benarkah Peri Salju itu ada? Lalu apakah Peri Salju itu? Apa dia seorang wanita? Ataukah sebuah benda pusaka yang bisa mengabulkan keinginan orang yang mampu menemukannya? Lalu dimanakah Peri Salju berada jika dia memang ada? Ji Teng percaya “Jika bisa menemukan Peri Salju di Malam Natal maka semua keinginannya akan menjadi kenyataan. Carilah bintang yang paling terang, disanalah Peri Salju berada...” Bintang yang paling terang? Lalu  bintang apakah itu? Polaris? Capella? Sirius atau apa? Haruskah kita percaya pada dongeng konyol tentang si Peri Salju dan tentang semua harapan yang menjadi kenyataan? Well, semua itu tergantung sudut pandang dari masing-masing orang karena kadangkala hidup ini memang membutuhkan sedikit sentuhan keajaiban. Jadi ijinkan saya membawa Anda menuju keajaiban cinta bersama Novel “Winter Memories” bersama-sama...

“(Teaser) Winter Memories : Chapter 1”




“Ibuku berkata, jika kau bisa menemukan Peri Salju di malam Natal, maka semua impianmu akan menjadi kenyataan. Carllah bintang yang paling terang, di sanalah Peri Salju berada,” kenang seorang wanita muda berambut panjang, hitam dan lurus dan mengenakan mantel berwarna merah seraya berdiri menatap kosong hamparan salju yang ada di hadapannya.

“Peri Salju? Aku bukan anak kecil lagi, haruskah aku percaya pada kisah konyol tentang si Peri Salju dan tentang harapan yang menjadi kenyataan?” tanya wanita muda itu dalam hatinya.

“Dia pernah menemukan Peri Salju saat mencariku di tengah hutan di malam hujan salju turun dengan lebat, tapi Kak Xing Feng tak sengaja telah menginjak dan menghancurkannya. Harusnya aku tahu jika saat itu semua harapanku dan cintaku juga telah ikut hancur bersama hancurnya si Peri Salju. Dan sesuatu yang telah hancur tak mungkin kembali lagi, benarkan?” lanjut wanita itu dalam hatinya dengan airmata yang menetes pelan.

“Sudahlah. Tak ada gunanya lagi mengenang masa lalu. Aku kemari karena ingin menemukan Ji Teng,” wanita muda itu akhirnya memutuskan untuk mengenyahkan semua kenangan masa lalu dan hanya fokus untuk menemukan Ji Teng yang sekarang menghilang di tengah hutan.

Dia memejamkan matanya dengan erat seraya menelungkupkan kedua tangannya mengambil sikap berdoa, “Tuhan, jika Kau memang ada, jika Kau memang menyayangi semua umatmu yang dengan rendah hati meminta pertolongan, maukah Kau menolongku menemukan Ji Teng yang kini tersesat di dalam hutan? Tolong, bantu aku temukan dia,” doa wanita itu dalam hatinya lalu mulai mengeratkan mantelnya untuk mengalahkan rasa dingin yang mencekam dan kembali menerobos hutan.

“Ji Teng, kau di mana? Jawablah aku! Ji Teng, kau bisa mendengarku kan?” suara wanita itu bergema di seluruh hutan terpantulkan oleh angin malam yang berhembus kencang. Salju turun semakin lebat, membuat langkahnya semakin berat. Tapi demi menemukan Ji Teng, wanita itu tak menyerah. Senyuman Ji Teng membayang dalam hatinya, membuat tekadnya untuk menemukan Ji Teng semakin kuat.

“Benarkah jika kita bisa menemukan Peri Salju di malam Natal maka semua keinginan kita akan menjadi kenyataan?” kenang wanita muda itu pada ucapan Ji Teng sebelum dia menghilang.

“Asalkan percaya pada keajaiban maka semua impianmu pasti akan menjadi kenyataan,” jawabnya ketika itu seraya memeluk Ji Teng dengan erat.

“Kalau begitu aku akan menemukan Peri Salju dan akan kuminta Peri Salju kembali mempertemukan ibu dan ayahku. Aku tak ingin melihat Ibu menangis lagi, aku ingin melihat Ibuku tersenyum,” ujar Ji Teng dengan semangat membara dalam hatinya.

Dan itulah yang benar-benar dilakukannya, tepat pada saat Malam Natal, di saat semua teman-temannya sedang berbahagia merayakan Natal bersama, bernyanyi, makan malam dan saling bertukar kado dengan gembira, Ji Teng menghilang di tengah gelapnya malam, pergi mencari Peri Salju dan ingin membuktikan kebenaran sebuah Legenda. Wanita muda itu panik saat menyadari Ji Teng tak ada di sana bersama mereka. Di luar, hujan salju turun dengan lebat, udara semakin dingin mencekam dan hamparan salju yang semakin menumpuk membuat langkahnya semakin berat.

“Aku harus mencarinya apapun yang terjadi. Ji Teng harus ditemukan dalam keadaan hidup. Aku tak mau sesuatu yang buruk terjadi padanya,” ujar wanita muda itu keras kepala.

“Tim Sar akan mencarinya. Kau tunggulah di sini saja. Di luar sangat dingin, hujan salju turun dengan lebat. Sangat berbahaya bagi seorang wanita masuk ke dalam hutan di saat badai salju seperti ini,” larang seorang wanita tua berusia sekitar enam puluhan yang berpakaian seperti seorang biarawati.

“Tidak, Ibu Kepala! Ji Teng adalah milikku satu-satunya, aku tak bisa hidup jika aku kehilangannya. Apapun yang terjadi, aku harus menemukan Ji Teng-ku,” ujar wanita muda itu bersikeras, lalu segera meraih mantelnya juga sebuah senter dan berlari ke luar rumah, dengan nekad menerobos dinginnya malam menuju ke arah hutan tempat Ji Teng menghilang.

Tak jauh dari sana, sebuah mobil sedan hitam mendadak mogok saat timbunan salju membuat mesin mobil mereka membeku dan menolak untuk dihidupkan.

“Apa yang terjadi?” tanya seorang pria muda berparas tampan dengan cemas pada sopirnya. Dia pria muda di akhir dua puluhan yang memiliki raut wajah yang tegas, senyum yang memikat, alis tebal, hidung mancung dan gaya rambut gondrong berwarna coklat yang diikat di tengah, membuatnya terlihat modis dan berkharisma.

“Timbunan salju telah membuat mesinnya mati. Badai salju akan semakin lebat, kita tak bisa melanjutkan perjalanan,” jawab si sopir seraya berusaha menghidupkan kembali mesin mobilnya namun sia-sia saja.

“Lalu bagaimana sekarang?” tanya si pria tampan itu cemas.
“Hei, coba kalian lihat di sana! Bukankah itu sebuah rumah?” tunjuk pria setengah baya yang duduk di samping si pria tampan seraya menunjuk ke arah sebuah rumah yang terlihat sangat kecil jika dilihat dari kejauhan.

“Benar. Sepertinya memang sebuah rumah,” jawab si pria tampan, mengerti arah yang ditunjuk pria setengah baya di sampingnya.

“Tuan, bagaimana jika kita singgah sejenak di rumah itu hingga badai saljunya reda? Berdiam di dalam mobil pun tak ada gunanya. Salju telah membuat mesin mobil kita membeku dan tak bisa dijalankan,” usul si sopir pada tuannya.

“Baiklah. Usul yang bagus. Bagaimana menurutmu, Kak?” tanya si pria tampan pada pria setengah baya itu.

“Aku setuju. Lebih baik kita menumpang di rumah itu hingga badai saljunya reda,” jawab si pria setengah baya menyetujui usul si sopir. Dan segera, mereka bertiga berjalan menerobos badai salju menuju ke rumah tersebut. Ternyata rumah kecil yang mereka lihat bukanlah sebuah rumah, melainkan sebuah biara yang menampung anak-anak yatim piatu yang tak punya orang tua dan tempat tinggal.

Pria muda itu tertegun sejenak saat akan melangkah masuk ke dalam gerbang biara itu. Dia teringat kenangan masa kecilnya saat dia juga pernah tinggal di panti asuhan dan merayakan Natal bersama anak-anak yang senasib dengannya.

“Kau kenapa? Ayo masuk!” tanya pria setengah baya itu saat melihat temannya mendadak membatu di depan gerbang biara.
“Tidak apa-apa. Aku hanya teringat kenangan masa kecilku,” jawab si pria muda sambil tersenyum lemah.

“Apa tentang gadis itu lagi?” tebak temannya sambil tersenyum mengerti. Si pria muda hanya tersenyum canggung sambil mengangguk pelan.

“Kami bertemu dua puluh empat tahun yang lalu di malam hujan bersalju, kenangan masa kecil yang begitu indah. Sepasang anak kecil yang manis bergandengan tangan dengan berani menerebos hutan hanya untuk membuktikan kebenaran sebuah legenda,” jawab si pria muda dengan senyum kesedihan di wajahnya setiap kali dia mengingat kenangan di mana dia pertama kali bertemu dengan gadis itu.

“Legenda apa?” tanya pria setengah baya itu, tampak tertarik.
“Peri Salju,” jawab si pria muda sambil tersenyum sedih.

Tak lama kemudian mereka sampai di depan pintu, mereka mengetuk pintu itu dan seorang wanita tua membukakan pintunya dengan raut wajah diliputi kecemasan.

“Apa kalian Tim Sar yang sedang kami tunggu-tunggu?” tanya wanita tua itu dengan wajah penuh harap pada mereka bertiga yang hanya bisa saling memandang dengan heran.

“Tim Sar?” ulang si pria setengah baya.
“Benar. Cepatlah cari Ji Teng! Jika tidak, dia akan mati membeku di dalam hutan sana,” jawab si wanita tua, spontan membuat si pria muda terperanjat.
“Ji Teng?” ulangnya kaget.

“Benar. Nama anak yang hilang itu adalah Ji Teng. Dia tersesat di dalam hutan saat akan mencari Peri Salju. Ibunya sudah ke sana untuk mencarinya, Temukan dia juga! Dia wanita muda yang malang. Mereka berdua harus segera ditemukan,” pinta Ibu kepala biara.

“Kenapa bisa sama? Apa ini kebetulan?” ujar si pria setengah baya seraya menatap pria muda yang tampak shock di sampingnya.

“Benar. Nama anak yang hilang itu adalah Ji Teng. Dia tersesat di dalam hutan saat akan mencari Peri Salju.” Kembali, kalimat itu terngiang jelas di telinganya.

“Ji Teng?” gumamnya, memanggil nama itu. Lalu tanpa kata segera berbalik dan berlari masuk ke dalam hutan.

“Hei, Ji Teng!” panggil pria setengah baya itu saat melihat pria muda itu berlari ke dalam hutan.
“Jadi, kalian akan ikut mencari mereka atau tidak, Tuan? Waktu tidak menunggu orang,” ujar si wanita tua tampak tak sabar.
“Tapi kami bukan Tim Sar, Ibu,” ujar pria setengah baya itu menjelaskan.
“Lalu kalian siapa?” tanya si wanita tua kebingungan.

To Be Continued...

#Liliana Tan#

Tidak ada komentar:

Posting Komentar